My Playlist

Senin, 13 Januari 2014

Cerpen Remaja

HE IS CRAZY

Jalan setapak itu masih basah. Tetesan butir air hujan masih sempat terjatuh dari dedaunan. Terlihat di balik rintik hujan itu, Kanya berlari. Dia menyusuri jalan itu dengan perasaan cemas. Dia harus secepat mungkin sampai dikampusnya.
‘Akankah waktu menungguku?’

Dering handphone Kanya tiba-tiba berbunyi. Muncul nama sahabatnya, Frista. Disaat Kanya membuka pesan dari Frista, disaat itu pula mobil hitam melewati Kanya. Seketika genangan air di depannya berpindah membasahi tubuhnya.

“Dasar keparat! Basah tau!!” protes Kanya.

Tapi, apa daya mobil itu sama sekali tidak peduli. Ini cobaan begi Kanya untuk kedua kalinya. Kedua kaki Kanya segera melangkah lebih cepat, tidak peduli pada tubuhnya yang menjerit kedinginan.

Mahasiswa yang berlalu-lalang membuatnya semakin sulit untuk lebih cepat mencapai kelasnya. Padahal hari ini adalah hari ujiannya. Cukup sulit juga untuk mengejar waktu karena Kanya harus menaiki satu per satu anak tangga untuk mencapai tingkat 4. Huh, payah!

Kanya ngos-ngosan. Nafasnya tidak teratur. Tapi, payahnya ia melihat semua teman-temannya sudah keluar dari kelas. Oh my God! Dia tidak mengikuti ujian hari ini. Padahal ujian itu tidak ada kata susulan.

“Uh, sungguh kejam semuanya! Kenapa sih hari ini aku sial?” teriak Kanya yang sambil pergi menjauh dari kelasnya.
“Ada apa, Kanya?” tanya seseorang yang sudah dibelakang Kanya.
“Eh.. Kak Gerry? Tidak ada apa-apa kok. Cuma kesialan saja yang sedang menimpaku,” jawab Kanya dengan santai.
“Begitu ya?  Mau nemenin aku ke aula?”
“Ke aula? Oke. Tapi, aku ganti baju dulu ya, Kak?”
“Siap.”

Hari itu hanya kak Gerry yang mau menolongku. Yang lain? Semua tidak peduli dengan kesialan yang Kanya dapat.
******
“Permisi, Bu. Boleh saya bantu?” tawar Kanya kepada Ibu yang ingin menyebrang.
“Eh.. boleh-boleh, Nak.”
“Sini, biar saya saja yang bawa.”
“Makasih ya, Nak.”
“Sama-sama, Bu.”

Kanya terlihat menggandeng ibu itu menyebrang jalan. Melawan derasnya arus lalu lintas. Disisi tangan kanannya, Kanya membawa belanjaan ibu itu.

“Sekali lagi makasih ya, Nak.”
“Iya, sama-sama.”

Tiba-tiba seorang laki-laki jangkung berpakaian setengah resmi dipadu dengan warna merah maron  berlari dari arah timur.

“Tante.. sini Gerry yang bawain,” tawar laki-laki itu.
“Eh, kamu kak Gerry, kan?” tanya Kanya dengan muka setengah bengong.
“Kanya! Iya aku Gerry. Makasih ya. Ini tanteku. Tante, ini Kanya adik kelasku.”

Perkenalan itu bagaikan hembusan angin, sangat cepat. Kanya harus segera pamit pergi, berhubung ada urusan yang harus ia kerjakan.

Pertemuan dengan laki-laki bernama Gerry itu sangat misterius. Entah sengaja atau tidak Kanya selalu bertemu. Tak peduli dimana pun ia berada.Tapi, untuk kesekian kalinya, Kanya bertemu dengan laki-laki itu.

“Kanya, ke toko buku yuk! Boring nih,” ajak Frista.
“Oke.”

Kira-kira setengah jam Kanya dan Frista sudah berada di toko buku itu. Mereka berdua berpencar. Mencari buku sesuai kebutuhan dan kesenangan masing-masing. Juga mencari celah diantara jejalan orang yang berkunjung di toko buku itu.

“Hei, sudahkah kau?” tanya Frista yang sudah membawa beberapa buku di tangan kirinya.
“Sudah, ayo ke kasir!”

Sama halnya di tiap rak-rak buku disana, di kasir juga dipenuhi orang yang sudah mengantre. Huh, payah. Lumayan lama untuk menunggu. Dasar!

“Kanya?” tiba-tiba seseorang dibelakang Kanya menyapanya.
“Eh, siapa? Kak Gerry? Kita ketemu lagi disini.”
“Iya nih. Aku cari komik. Apa kabar?”
“Baik kok.”
“O.. iya, Kanya ini sepupuku, Yoqi. Ibu-ibu yang pernah sebrangin tempo hari, itu ibunya Yoqi ini,” ucap Gerry sambil memperkenalkan sepupunya yang juga jangkung.
“O.. gitu. Salam kenal ya. Aku Kanya dan ini sahabatku Frista.”

Lagi-lagi perkenalan itu juga amat singkat.

“Kenapa kamu, Kanya? Ada yang ketinggalan?” tanya Frista yang sangat mengagetkan Kanya.
“Enggak. Aku ngerasa aneh sama sepupunya kak Gerry.”
“Kenapa? Cakep? Iya sih.”
“Bukan itu. Dia mirip sama temenku dulu.”
“O.. begitu. Sudah lupakan saja. Itu kan sudah lama, bukan?”
****
Setelah pertemuan singkat itu semua selesai. Eitss… tapi tidak bagi Kanya. Ia harus bertemu lagi dengan 2 orang itu. Bahkan untuk kesekian kalinya.

Bagian I : “Guys, maaf aku harus pergi. Ada urusan mendadak, nih. Maaf ya, aku ninggalin kalian bertiga,” pamit kak Gerry saat mereka asyik ngobrol di sebuah kafe.

Bagian II : “Yoqi, Kanya. Maaf aku juga harus pergi. Mama udah calling terus. Bye,” pamit Frista setelah Gerry. Frista begitu saja meninggalkan Kanya dengan kak Yoqi.
*Oh My God*
Entah dari mana awal pembicaraan mereka. Mereka malah asyik ngobrol.

“Dulu kamu dari SMA dan SMP mana, Kanya?” tanya kak Yoqi yang begitu tiba-tiba.
“Aku dulu SMA 1, trus SMP ku SMP 7. Memang kenapa, Kak?”
“SMP 7 katamu?”
“Iya. Kenapa? Ada masalah?”
“Angkatan tahun berapa? Dulu aku juga sekolah disitu.”
“Aku…. Aku 2007.”
“2007? Loh, berarti kita seangkatan? Kamu Kanya yang dulu pake kacamata, bukan?”
“Nah, iya. Benerkan kamu Yoqi yang itu,” jawab Kanya dengan santai.

Setelah adanya keterangan dari Yoqi itu, hubungan Kanya kembali seperti jaman smp dulu. Mereka sudah 5 tahun lebih tidak ada komunikasi. Waktu yang sangat lama.
****
Oke.. sekarang tiba waktunya holiday. Mereka berempat sudah merencanakan sebuah planning jauh-jauh hari. Dan hari ini mereka sudah siap untuk destination. Tema destination kali ini adalah menikmati alam bebas.

Lika-liku jalan untuk ke puncak itu menjadi iringan yang seru di dalam perjalanan mereka. Didampingi hawa segar dan kicauan burung dari sarangnya.

Sampai! Mereka segera mendirikan tenda dan jalan-jalan untuk refreshing. Sampai pada hari berikutnya, mereka terus bersenang-senang  dan berjaga malam secara bergantian. Setelah 3 hari berlalu, Gerry baru merasa aneh. Merasa aneh dengan hubungan yang terjalin antara Yoqi dan Kanya. Itu karena Gerry selalu melihat mereka pergi berdua. Ada apa ini?

“Fris, kamu tahu enggak kenapa Yoqi sama Kanya jadi deket banget akhir-akhir ini?”
“Ya, lo tahu sendiri kan?”
“Iya, aku tahu kalau mereka temen lama. Tapi…. Itu terlalu berlebih.”
“Mana aku tahu. Tanya langsung saja pada mereka. Itu akan jelas, bukan?”

Bertanya pada Frista pun tak ada jawaban pasti. Bukan jalan penyelesaian. Gerry pergi. Mencoba untuk melupakan hal itu. Ia keluar sekedar untuk jalan-jalan saja.  Berharap pikiran buruk itu akan menari-nari di angkasa dan tidak dipikirannya lagi.

Tapi, di tukikkan jalan di tepi sungai kecil itu, terlihat 2 orang dengan posisi berhadap-hadapan. Gerry mencoba turun, tapi tidak berani untuk melihat sangat dekat.

“Itu kan Yoqi dan Kanya! Ngapain mereka berdua?” tanya Gerry dalam hati.

Perlahan tapi pasti, suara Yoqi semakin terdengar oleh Gerry.

“Jika kamu menerima bunga ini, sama saja kamu terima cintaku. Bagaimana, Kanya?”

Dan terlihat jelas, bahwa Kanya menerima bunga itu dan tersenyum
*Oh My God*
“Gue disini, Kanya!!” jerit Gerry didalam hati.
Oh Tuhan, tipuan apa yang sedang aku lihat ini?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar