HE IS
CRAZY
Jalan setapak itu masih
basah. Tetesan butir air hujan masih sempat terjatuh dari dedaunan. Terlihat di
balik rintik hujan itu, Kanya berlari. Dia menyusuri jalan itu dengan perasaan
cemas. Dia harus secepat mungkin sampai dikampusnya.
‘Akankah waktu
menungguku?’
Dering handphone Kanya
tiba-tiba berbunyi. Muncul nama sahabatnya, Frista. Disaat Kanya membuka pesan
dari Frista, disaat itu pula mobil hitam melewati Kanya. Seketika genangan air
di depannya berpindah membasahi tubuhnya.
“Dasar keparat! Basah
tau!!” protes Kanya.
Tapi, apa daya mobil itu
sama sekali tidak peduli. Ini cobaan begi Kanya untuk kedua kalinya. Kedua kaki
Kanya segera melangkah lebih cepat, tidak peduli pada tubuhnya yang menjerit
kedinginan.
Mahasiswa yang berlalu-lalang
membuatnya semakin sulit untuk lebih cepat mencapai kelasnya. Padahal hari ini
adalah hari ujiannya. Cukup sulit juga untuk mengejar waktu karena Kanya harus
menaiki satu per satu anak tangga untuk mencapai tingkat 4. Huh, payah!
Kanya ngos-ngosan. Nafasnya
tidak teratur. Tapi, payahnya ia melihat semua teman-temannya sudah keluar dari
kelas. Oh my God! Dia tidak mengikuti ujian hari ini. Padahal ujian itu tidak
ada kata susulan.
“Uh, sungguh kejam
semuanya! Kenapa sih hari ini aku sial?” teriak Kanya yang sambil pergi menjauh
dari kelasnya.
“Ada apa, Kanya?” tanya
seseorang yang sudah dibelakang Kanya.
“Eh.. Kak Gerry? Tidak ada
apa-apa kok. Cuma kesialan saja yang sedang menimpaku,” jawab Kanya dengan
santai.
“Begitu ya? Mau nemenin aku ke aula?”
“Ke aula? Oke. Tapi, aku
ganti baju dulu ya, Kak?”
“Siap.”
Hari itu hanya kak Gerry
yang mau menolongku. Yang lain? Semua tidak peduli dengan kesialan yang Kanya
dapat.
******
“Permisi, Bu. Boleh saya
bantu?” tawar Kanya kepada Ibu yang ingin menyebrang.
“Eh.. boleh-boleh, Nak.”
“Sini, biar saya saja yang
bawa.”
“Makasih ya, Nak.”
“Sama-sama, Bu.”
Kanya terlihat menggandeng
ibu itu menyebrang jalan. Melawan derasnya arus lalu lintas. Disisi tangan
kanannya, Kanya membawa belanjaan ibu itu.
“Sekali lagi makasih ya,
Nak.”
“Iya, sama-sama.”
Tiba-tiba seorang
laki-laki jangkung berpakaian setengah resmi dipadu dengan warna merah
maron berlari dari arah timur.
“Tante.. sini Gerry yang
bawain,” tawar laki-laki itu.
“Eh, kamu kak Gerry, kan?”
tanya Kanya dengan muka setengah bengong.
“Kanya! Iya aku Gerry.
Makasih ya. Ini tanteku. Tante, ini Kanya adik kelasku.”
Perkenalan itu bagaikan
hembusan angin, sangat cepat. Kanya harus segera pamit pergi, berhubung ada
urusan yang harus ia kerjakan.
Pertemuan dengan laki-laki
bernama Gerry itu sangat misterius. Entah sengaja atau tidak Kanya selalu
bertemu. Tak peduli dimana pun ia berada.Tapi, untuk kesekian kalinya, Kanya
bertemu dengan laki-laki itu.
“Kanya, ke toko buku yuk!
Boring nih,” ajak Frista.
“Oke.”
Kira-kira setengah jam
Kanya dan Frista sudah berada di toko buku itu. Mereka berdua berpencar.
Mencari buku sesuai kebutuhan dan kesenangan masing-masing. Juga mencari celah
diantara jejalan orang yang berkunjung di toko buku itu.
“Hei, sudahkah kau?” tanya
Frista yang sudah membawa beberapa buku di tangan kirinya.
“Sudah, ayo ke kasir!”
Sama halnya di tiap
rak-rak buku disana, di kasir juga dipenuhi orang yang sudah mengantre. Huh,
payah. Lumayan lama untuk menunggu. Dasar!
“Kanya?” tiba-tiba
seseorang dibelakang Kanya menyapanya.
“Eh, siapa? Kak Gerry?
Kita ketemu lagi disini.”
“Iya nih. Aku cari komik.
Apa kabar?”
“Baik kok.”
“O.. iya, Kanya ini
sepupuku, Yoqi. Ibu-ibu yang pernah sebrangin tempo hari, itu ibunya Yoqi ini,”
ucap Gerry sambil memperkenalkan sepupunya yang juga jangkung.
“O.. gitu. Salam kenal ya.
Aku Kanya dan ini sahabatku Frista.”
Lagi-lagi perkenalan itu
juga amat singkat.
“Kenapa kamu, Kanya? Ada
yang ketinggalan?” tanya Frista yang sangat mengagetkan Kanya.
“Enggak. Aku ngerasa aneh
sama sepupunya kak Gerry.”
“Kenapa? Cakep? Iya sih.”
“Bukan itu. Dia mirip sama
temenku dulu.”
“O.. begitu. Sudah lupakan
saja. Itu kan sudah lama, bukan?”
****
Setelah pertemuan singkat
itu semua selesai. Eitss… tapi tidak bagi Kanya. Ia harus bertemu lagi dengan 2
orang itu. Bahkan untuk kesekian kalinya.
Bagian I : “Guys, maaf aku
harus pergi. Ada urusan mendadak, nih. Maaf ya, aku ninggalin kalian bertiga,”
pamit kak Gerry saat mereka asyik ngobrol di sebuah kafe.
Bagian II : “Yoqi, Kanya.
Maaf aku juga harus pergi. Mama udah calling terus. Bye,” pamit Frista setelah
Gerry. Frista begitu saja meninggalkan Kanya dengan kak Yoqi.
*Oh My God*
Entah dari mana awal
pembicaraan mereka. Mereka malah asyik ngobrol.
“Dulu kamu dari SMA dan
SMP mana, Kanya?” tanya kak Yoqi yang begitu tiba-tiba.
“Aku dulu SMA 1, trus SMP
ku SMP 7. Memang kenapa, Kak?”
“SMP 7 katamu?”
“Iya. Kenapa? Ada
masalah?”
“Angkatan tahun berapa?
Dulu aku juga sekolah disitu.”
“Aku…. Aku 2007.”
“2007? Loh, berarti kita
seangkatan? Kamu Kanya yang dulu pake kacamata, bukan?”
“Nah, iya. Benerkan kamu
Yoqi yang itu,” jawab Kanya dengan santai.
Setelah adanya keterangan
dari Yoqi itu, hubungan Kanya kembali seperti jaman smp dulu. Mereka sudah 5
tahun lebih tidak ada komunikasi. Waktu yang sangat lama.
****
Oke.. sekarang tiba
waktunya holiday. Mereka berempat sudah merencanakan sebuah planning jauh-jauh
hari. Dan hari ini mereka sudah siap untuk destination. Tema destination kali
ini adalah menikmati alam bebas.
Lika-liku jalan untuk ke
puncak itu menjadi iringan yang seru di dalam perjalanan mereka. Didampingi
hawa segar dan kicauan burung dari sarangnya.
Sampai! Mereka segera
mendirikan tenda dan jalan-jalan untuk refreshing. Sampai pada hari berikutnya,
mereka terus bersenang-senang dan
berjaga malam secara bergantian. Setelah 3 hari berlalu, Gerry baru merasa
aneh. Merasa aneh dengan hubungan yang terjalin antara Yoqi dan Kanya. Itu
karena Gerry selalu melihat mereka pergi berdua. Ada apa ini?
“Fris, kamu tahu enggak
kenapa Yoqi sama Kanya jadi deket banget akhir-akhir ini?”
“Ya, lo tahu sendiri kan?”
“Iya, aku tahu kalau
mereka temen lama. Tapi…. Itu terlalu berlebih.”
“Mana aku tahu. Tanya
langsung saja pada mereka. Itu akan jelas, bukan?”
Bertanya pada Frista pun
tak ada jawaban pasti. Bukan jalan penyelesaian. Gerry pergi. Mencoba untuk
melupakan hal itu. Ia keluar sekedar untuk jalan-jalan saja. Berharap pikiran buruk itu akan menari-nari
di angkasa dan tidak dipikirannya lagi.
Tapi, di tukikkan jalan di
tepi sungai kecil itu, terlihat 2 orang dengan posisi berhadap-hadapan. Gerry
mencoba turun, tapi tidak berani untuk melihat sangat dekat.
“Itu kan Yoqi dan Kanya!
Ngapain mereka berdua?” tanya Gerry dalam hati.
Perlahan tapi pasti, suara
Yoqi semakin terdengar oleh Gerry.
“Jika kamu menerima bunga
ini, sama saja kamu terima cintaku. Bagaimana, Kanya?”
Dan terlihat jelas, bahwa
Kanya menerima bunga itu dan tersenyum
*Oh My God*
“Gue disini, Kanya!!”
jerit Gerry didalam hati.
Oh Tuhan, tipuan apa yang
sedang aku lihat ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar